Senin, 09 Juli 2012

michiki rena


Tokoh favoritku dalam sebuah film korea ‘’mother’’. ia seorang anak kecil, namun pemikirannya tentang hidup melebihi orang dewasa. Ia mampu menjalani hari-harinya dengan menebar senyuman dan keceriaan, meski ia sendiri sebenarnya menderita. Ia kerapkali mencatat setiap hal-hal yang disenanginya pada sebuah buku kecil yang ia selalu bawa kemanapun ia pergi. Dengan seperti itu, sejenak ia dapat melupakan setiap penderitaan yang ia alami. Dimanapun ia berada, ia selalu menampakkan wajah bahagia. Dan tidak pernah mengeluh.
Mengapa saya begitu terinspirasi dengan ‘michiki rena’?
Kebanyakan, saat kita terbentur sulit untuk bangkit kembali. Kegagalan kadang membuat putus asa. Membiarkan diri terpuruk dengan penyesalan. Seakan gelap tak akan terang.
Kegagalan mengundang cibiran, namun itu jangan membuat putus asa. Satu cibiran adalah satu semangat. Tetap tersenyum seperti senyuman michiki rena, berpikir positif dan terus berjalan ke depan.
Michiki rena hidup dalam dunia ideaku.
Ketika saya merasa lelah, dengan mengingatnya. Terasa ada butiran-butiran semangat meleleh. Membuat saya semangat kembali.
Ketika situasi memancing emosi, michiki rena menjelma menjadi air memadamkan api. Hingga semuanya kuhadapi dengan tersenyum.
Intinya, tokoh michiki rena mengajarkan untuk tidak pernah mengeluh dan selalu tersenyum. Bahkan disaat susah sekalipun.
Mau bahagia atau mau susah...itu adalah pilihan.tergantung bagaimana menyikapinya.



cuap-cuap amatiran...


Tak sekalipun hari kulewatkan berhadapan dengan windows, mencurahkan apa yang tengah kupikirkan. Belajar merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang indah. Namun, kadang waktuku tersita hanya saling bertatapan dengan window tanpa menuangkan satu katapun. Bercengkerama dengan dunia idea, memilah kata demi kata yang patut aku tuangkan. Berulangkali, tetap saja windows di depanku kosong. Kadang juga, telah kurangkai kata menjadi kalimat. Ketika merasa tidak pas, aku menekan tombol delete. Dan berulangkali seperti itu. Aku sendiri juga bingung, kata seperti apa yang sebenarnya aku cari. Dan kalimat seperti apa yang ingin aku rangkai. Pertanyaan bodoh bukan ?...
Iya, bukannya aku tak bisa sebenarnya. Namun aku tidak percaya dengan diriku sendiri. Itulah yang menjadi masalah utama. Telah kuciptakan banyak rangkaian kata, namun lenyap begitu saja. Entahlah, apakah aku melemparnya ketempat sampah ataukah ikut menguap ke udara. Tak berbekas.
Tulisan adalah sejarah. Aku sangat menyukai sejarah dan ingin membuat sejarah. Meski tidak mudah mewakilkan dunia idea dalam tulisan, namun tidak ada yang tidak mungkin. Berbicara di depan umum, menyampaikan aspirasi secara lisan, ditonton audiens membuatku begitu percaya diri. Bahkan kata yang tadinya tidak menjadi sebuah konsep tertuang begitu saja. Tapi aneh, berhadapan dengan kertas putih justru membuat aku tidak pede. Menuliskan satu kata saja rasanya berat, apalagi ditambah memikirkan kata selanjutnya. Oh my God, whats wrong?...