Seusai shalat dhuhur, aku sempatkan
menengok kesalah satu blog yang sering kukunjungi, disana dia menulis sebuah dialog begini:
A: "Mba,mau nikah ya?"
B : "Insya Allah mau lah.. Kan sunnah Rasulullah.."
A : "Dah punya calon..?
B : "Alhmdulillah sudah,kan sudah ditulis sama Allah"
A : "Siapa dia?"
B : "Insya Allah dia adalah lelaki pilihan Allah.
A : "Mengapa mau nikah sama dia..?" ...
B : "Insya Allah memilih dia karena Allah"
A : "Bagaimana nanti ketemunya?"
B : "Yakin saja, Allah punya cara yang tak pernah kita duga.
A : "Lhah, kapan donk nikahnya..?"
B : "hm..Allah Maha Tahu kok kapan waktu yang tepat & terbaik" A : "Terus,di mana ketemunya..?
B : "tenang... Masih di bumi Allah,
A : "Kalo gak ketemu, kita keburu tua dan meninggal gimana?
B : "kalo toh memag tidak di dunia, Insya Allah di syurga-Nya.
A : "jadi..."
B : "Serahkan semua pada Allah Yang Maha membolak balikkan
hati.,niatkan tuk gapai ridho-Nya semata.Insya Allah beres!.. Apapun
yang berkaitan dengan rezeki (termasuk jodoh),jangan diletakkan di hati!
Tapi benar-benar serahkan pada Allah Azza Wa Jalla..."
Sebuah dialog yang kembali menginspirasi saya, insya Alloh jika dia memang jodohku, suatu saat pasti akan dipertemukan
Kamis, 20 September 2012
Rabu, 19 September 2012
menghilang disudut hati
Aku benci seperti ini, mendengar alunan gitar para lelaki,
menyanyikan lagu-lagu yang seperti menyindir suasana hati. aku benci menyiksa
diri, aku bahkan tidak lagi mengenal diriku sekarang, aku kehilangan! aku
kehilangan diriku! aku benci berpura-pura tersenyum padahal tak ingin.
"kamu ko tenang-tenang saja" tanya seorang kawanku sore itu.
Ah, kamu tidak tahu bahwa sebearnya aku rapuh dibalik dinding yang kalian lihat kokoh. Aku berjuang bertahan di balik dinding itu, hanya di depan kalian, sementara saat malam datang dan menyepikanku, tersudut sendiri aku tenggelam dalam tangis.
"menangislah jika itu perlu, setiap manusia berhak menangis, pernah merasa terluka" seorang kawanku berkata.
Kamu tidak tahu ya? betapa sulitnya menangis saat kamu bahkan merasa bahwa kamu tidak lagi bisa menangis karena sedih, kamu tidak mengerti kan bagaimana rasa sesak karena menahan semuanya?
Lalu aku melihat seorang pria dengan gitarnya, aku teringat seseorang, begitu mudahnya mengingat sementara sulit melupa.
Aku lari dari semua, namun setiap aku terbangun aku selalu sadar bahwa ini nyata, ini bukan mimpi, dan ini harus dilalui.
Kalian tidak mengerti apa yang aku bicarakan, karena kalian tidak dalam posisiku. AKu terasing dalam lingkaran sendu, dengan mata sembab setiap paginya. Aku tidak sekuat yang kalian lihat. Aku tidak setegar yang kalian pikirkan.
"kamu ko tenang-tenang saja" tanya seorang kawanku sore itu.
Ah, kamu tidak tahu bahwa sebearnya aku rapuh dibalik dinding yang kalian lihat kokoh. Aku berjuang bertahan di balik dinding itu, hanya di depan kalian, sementara saat malam datang dan menyepikanku, tersudut sendiri aku tenggelam dalam tangis.
"menangislah jika itu perlu, setiap manusia berhak menangis, pernah merasa terluka" seorang kawanku berkata.
Kamu tidak tahu ya? betapa sulitnya menangis saat kamu bahkan merasa bahwa kamu tidak lagi bisa menangis karena sedih, kamu tidak mengerti kan bagaimana rasa sesak karena menahan semuanya?
Lalu aku melihat seorang pria dengan gitarnya, aku teringat seseorang, begitu mudahnya mengingat sementara sulit melupa.
Aku lari dari semua, namun setiap aku terbangun aku selalu sadar bahwa ini nyata, ini bukan mimpi, dan ini harus dilalui.
Kalian tidak mengerti apa yang aku bicarakan, karena kalian tidak dalam posisiku. AKu terasing dalam lingkaran sendu, dengan mata sembab setiap paginya. Aku tidak sekuat yang kalian lihat. Aku tidak setegar yang kalian pikirkan.
AL-QUR’AN YANG MULIA
Dalam kesibukan keseharian kita,
ada yang sering kita lupakan. Mungkin kita beranggapan bahwa ia bukan
kewajiban. Mungkin kita pula beralasan banyak pekerjaan lain yang mendesak.
Al-Qur’an di rumah kita sering
tidak dibuka. Perhatian kita pada Al-Qur’an masih sangat kurang. Iman kita
terhadap Al-Qur’an masih menanti pembuktian. Kitab maha mulia yang tampak
membisu itu adalah tamu istimewa. Kitab maha suci itu adalah surat ilahi kepada
kita semua. Kitab maha benar itu penuh cinta kasih sayang ilahi. Kitab maha
agung itu membawa rahmat dan berkah untuk kita. Kitab maha istimewa itu wajib
kita sambut gembira, penuh perhatian.
Al-Qur’an bukan kitab sembarang
kitab, Al-Qur’an petunjuk hidup tanpa kesalahan sedikitpun, tanpa kekurangan
sedikitpun, abadi sepanjang masa.
Al-Qur’an penenang jiwa orang
yang membacanya dan menyimaknya. Al-Qur’an lautan ilmu tak bertepi, tak ada
habisnya. Al-Qur’an pemberi syafa’at bagi yang membacanya. Al-Qur’an obat
mujarab untuk melawan sihir, kesurupan, gangguan jin. Al-Qur’an pelunak hati,
pensuci jiwa, pencerah pikiran, penambah iman. Al-Qur’an adalah cahaya dan ruh
kehidupan.
Bila di hati masih ada iman,
pasti ada kecintaan pada Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an menjadi program harian
yang dipatuhi.
Kebahagiaan apa yang kita kejar,
jika kita jauh dari Al-Qur’an ?
Keselamatan apa yang kita impikan
jika kita membelakangi Al-Qur’an?
Membaca Al-Qur’an itu, sungguh
hanyalah perhatian minimal yang wajib kita berikan. Untuk siapa ? untuk
kebaikan diri kita sendiri.
Bukankah kita ini sedang berjalan
menuju kematian ?
Bukankah kita telah sering
mendapat peringatan dan teguran dari sang pemilik Al-Qur’an yang maha mulia ?
Bukankah kita ingin memperbanyak
bekal untuk menghadap ilahi ? Al-Qur’an salah satu bekal terbaik.
Alangkah indah hidup ini jika
kita mendapat berkah Al-Qur’an. Alangkah bahagia rumah tangga kita jika seluruh
anggota keluarganya membaca Al-Qur’an setiap hari. Alangkah damainya masyarakat
kita jika Al-Qur’an benar-benar telah memasyarakat.
Senin, 09 Juli 2012
michiki rena
Tokoh
favoritku dalam sebuah film korea ‘’mother’’. ia seorang anak kecil, namun
pemikirannya tentang hidup melebihi orang dewasa. Ia mampu menjalani
hari-harinya dengan menebar senyuman dan keceriaan, meski ia sendiri sebenarnya
menderita. Ia kerapkali mencatat setiap hal-hal yang disenanginya pada sebuah
buku kecil yang ia selalu bawa kemanapun ia pergi. Dengan seperti itu, sejenak
ia dapat melupakan setiap penderitaan yang ia alami. Dimanapun ia berada, ia
selalu menampakkan wajah bahagia. Dan tidak pernah mengeluh.
Mengapa
saya begitu terinspirasi dengan ‘michiki rena’?
Kebanyakan,
saat kita terbentur sulit untuk bangkit kembali. Kegagalan kadang membuat putus
asa. Membiarkan diri terpuruk dengan penyesalan. Seakan gelap tak akan terang.
Kegagalan
mengundang cibiran, namun itu jangan membuat putus asa. Satu cibiran adalah
satu semangat. Tetap tersenyum seperti senyuman michiki rena, berpikir positif
dan terus berjalan ke depan.
Michiki
rena hidup dalam dunia ideaku.
Ketika saya merasa lelah, dengan
mengingatnya. Terasa ada butiran-butiran semangat meleleh. Membuat saya
semangat kembali.
Ketika
situasi memancing emosi, michiki rena menjelma menjadi air memadamkan api.
Hingga semuanya kuhadapi dengan tersenyum.
Intinya,
tokoh michiki rena mengajarkan untuk tidak pernah mengeluh dan selalu tersenyum.
Bahkan disaat susah sekalipun.
Mau
bahagia atau mau susah...itu adalah pilihan.tergantung bagaimana menyikapinya.
cuap-cuap amatiran...
Tak
sekalipun hari kulewatkan berhadapan dengan windows, mencurahkan apa yang
tengah kupikirkan. Belajar merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang indah.
Namun, kadang waktuku tersita hanya saling bertatapan dengan window tanpa menuangkan
satu katapun. Bercengkerama dengan dunia idea, memilah kata demi kata yang
patut aku tuangkan. Berulangkali, tetap saja windows di depanku kosong. Kadang
juga, telah kurangkai kata menjadi kalimat. Ketika merasa tidak pas, aku
menekan tombol delete. Dan berulangkali seperti itu. Aku sendiri juga bingung,
kata seperti apa yang sebenarnya aku cari. Dan kalimat seperti apa yang ingin
aku rangkai. Pertanyaan bodoh bukan ?...
Iya,
bukannya aku tak bisa sebenarnya. Namun aku tidak percaya dengan diriku
sendiri. Itulah yang menjadi masalah utama. Telah kuciptakan banyak rangkaian
kata, namun lenyap begitu saja. Entahlah, apakah aku melemparnya ketempat
sampah ataukah ikut menguap ke udara. Tak berbekas.
Tulisan
adalah sejarah. Aku sangat menyukai sejarah dan ingin membuat sejarah. Meski
tidak mudah mewakilkan dunia idea dalam tulisan, namun tidak ada yang tidak
mungkin. Berbicara di depan umum, menyampaikan aspirasi secara lisan, ditonton
audiens membuatku begitu percaya diri. Bahkan kata yang tadinya tidak menjadi
sebuah konsep tertuang begitu saja. Tapi aneh, berhadapan dengan kertas putih
justru membuat aku tidak pede. Menuliskan satu kata saja rasanya berat, apalagi
ditambah memikirkan kata selanjutnya. Oh my God, whats wrong?...
Langganan:
Postingan (Atom)